Jenang Tradisional Khas Ponorogo: Peluang Usaha Menjaga Tradisi
Jenang lengket atau biasa juga disebut dodol, bagi sebagian masyarakat, khususnya di Jawa menjadi salah satu sajian utama dalam menyambut hari-hari penting, misalnya Lebaran, Natal, pertunangan maupun pernikahan. Pada acara pertunangan, menyajikan jenang untuk tamu yang datang merupakan tradisi turun-temurun yang masih dijaga dengan baik. Menyajikan jenang untuk tamu, memiliki representasi akan rasa sayang dan saling berbagi. Karena inilah jenang tradisional, menjadi begitu lekat dengan kehidupan masyarakat.
Jenang memang selalu diidentikkan dengan kota Kudus dan Garut, tapi siapa yang sangka jika kota kesenian seperti Ponorogo juga memiliki tradisi memproduksi jenang ini. Di Ponorogo, jenang yang dijual merupakan jenang tradisional yang dibuat secara turun temurun, sehingga rasa dan aromanya begitu khas. Bahkan, saat ini jenang tradisional ini makin dilirik oleh para pegiat wirausaha dengan menampilkan kemasan yang lebih menjual dan menarik.
“Dalam menjaga cita rasa jenang, saya menggunakan alat tradisional. Namun demikian, penggunaan alat modern juga perlu dan penting untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi. Untuk resep sendiri, kami menggunakan resep turun-temurun dari keluarga.” Ungkap Sri Harijati, pemilik perusahaan Jenang Tradisional Ponorogo Teguh Rahardjo kepada wartawirausaha.com.
Rahasia Jenang Tradisional Ponorogo Yang Sehat dan Lebih Nikmat: Tanpa Pengawet
Menurut Sri, jenang tradisional Ponorogo umumnya tidak menggunakan pengawet, karena inilah usia jenang tidak bisa lama. Bagi Sri, usia jenang yang tidak lama ini, bisa menjadi kendala namun juga bisa menjadi solusi untuk mengenalkan produknya di masyarakat luas. Dalam memproduksi jenang tradisional ini, Sri lebih memilih bermain aman, yaitu menganalisa terlebih dulu hari-hari pasarannya. Namun demikian, dalam menekuni wirausaha kuliner kendala utama memang barang tidak terjual habis.
“Jika ada jenang yang sudah empat hari belum laku, biasanya segera saya potong-potong, dan saya jadikan tester untuk konsumen yang datang ke toko saya. Kebetulan, selain membuka showroom di rumah, saya juga memiliki toko oleh-oleh di dekat alun-alun Ponorogo. Terkadang, jenang yang belum laku, saya juga bagikan ke pegawai-pegawai saya untuk oleh-oleh keluarga di rumah.” Ujar Sri yang saat ini dibantu sekitar 25 pegawai.
Dari pengakuan konsumen yang kerap membeli jenang Teguh Rahardjo ini, ada perbedaan mencolok antara jenang buatan Sri dengan jenang-jenang yang lain. Perbedaan itu terletak di rasa serta teksturnya. Konon, rasa jenang buatan Sri ini, jika dimakan seseorang akan mengingatkan orang tersebut akan nuansa dan cita rasa masa lalu. Karena itulah, Sri memberikan tips jika ingin menggeluti peluang usaha kuliner, hendaknya selalu konsisten dengan cita rasa dari produk kita.
“Sebenarnya, jenang tersebut bisa saja dibuat tahan lama dan teksturnya dibuat lebih padat, yaitu dengan ditambahkan bahan pengawet di dalamnya. Namun, saya berusaha menghindari pengawet, karena ternyata berpengaruh besar terhadap rasa. Dulu, saya pernah mencoba menambahkan pengawet di dalam jenang kami, ternyata rasanya berubah banyak. Untuk harga jenang biasanya antara 10 ribu hingga 15 ribu.” Tambah Sri.
Jenang Tradisional Khas Ponorogo, Siap Melayani Pelanggan Hingga Keluar Kota
Pembuatan jenang sendiri, menurut Sri sebenarnya sangat mudah, bahkan siapapun sekali melihat prosesnya pasti bisa membuat. Namun demikian, dalam pembuatan jenang ini membutuhkan waktu yang cukup lama. “Dalam membuat jenang, dibutuhkan bahan-bahan seperti tepung ketan atau tepung beras. Jika kita memakai 1 kg tepung, maka akan kita butuhkan 4 – 5 kelapa yang kemudian diambil santannya. Selain itu, dibutuhkan juga gula jawa sebagai pemanis jenang. Nah, ketika masuk proses pengadukan, kita meski menjaga betul agar kualitas rasa dan tekstur sesuai dengan yang diinginkan.” Ungkapnya.
Di awal-awal berdirinya dulu, Sri masih ingat betul jika saat itu dia dan sang kakek hanya menggunakan bahan baku 3 – 5 kg tepung ketan atau beras. Ketika itu, dia tidak membuat jenang setiap hari, melainkan mengikuti hari pasaran. Biasanya, Sri dan kakek akan berjualan di pasar legi sebelah selatan. Konon, dulu pasar legi bagian selatan yang belanja merupakan orang-orang kelas menengah ke atas, sehingga mereka umumnya akan beli jajan jenang tradisional untuk dibawa pulang.
“Bahkan kala itu, kami kerap juga mendapat pesanan untuk dibuatkan jenang tradisional tiga jenis, untuk kepentingan seserahan atau untuk hantaran pengantin. Karena sudah dikenal sebagian masyarakat disini, alhamdulilah pemasaran produk kami juga tidak mengalami kesulitan. Dan, untuk melayani customer dari luar kota, kami juga siap mengirimkan jenang ke luar kota. Hingga saat ini, pengiriman jenang terjauh sudah menjangkau pulau Bali, Kalimantan dan Sumatera.” Kenang Sri.
Omset Meningkat Saat Hari-hari Istimewa
“Biasanya saat memasuki hari raya dan tahun baru, permintaan akan jenang tradisional meningkat. Dan, selain jenang tradisional seperti jenang ketan, beras dan wajik, kami juga memproduksi jenang dengan aneka rasa buah, seperti jenang rasa waluh, pisang, nanas, tape, tomat, mangga, sirsak dan lain sebagainya. Dan semua bahan yang kami gunakan, untuk pembuatan jenang rasa buah ini, menggunakan buah-buahan asli, dan kami juga tidak menggunakan pengawet.” Tambah Sri.
Disinggung mengenai jumlah bahan baku yang digunakan, Sri mengaku saat ini dia selalu membutuhkan bahan baku tepung beras dan ketan sebanyak setengah kwintal pada hari-hari biasanya. Namun, saat menjelang hari-hari istimewa, seperti Idul Fitri, Natal, dan bulan besar dimana banyak hajatan, Sri membutuhkan bahan-bahan hingga satu kwintal. Pada hari-hari istimewa biasanya permintaan akan jenang tradisional Ponorogo meningkat drastis.
Jenang Beras dan Ketan Khas Ponorogo Teguh Rahardjo/Ibu Sri Jln. Wibisono 90 Ponorogo (0351) 461597Ahmed
Latest posts by Ahmed (see all)
- Wirausaha Bisnis Komputer di Computer Exhibition Solutions 2015 - Friday, 30 October 2015
- Wirausaha yang Sukses Jangan Pelit Berbagi Ilmu - Thursday, 29 October 2015
- Beranjak Tua tapi Ia Tetap Menjaga Semangat Wirausaha - Sunday, 25 October 2015