Beranjak Tua tapi Ia Tetap Menjaga Semangat Wirausaha
Di usianya yang sudah 80 tahunan, Hadi Wiyono masih bisa terus berkreativitas. Hal ini membuktikan, umur ternyata tidak membatasi seseorang untuk terus berkreasi dan menghasilkan sesuatu. Mbah Hadi (begitu dia disapa) merupakan salah satu pengrajin pembuat cap batik untuk industri batik yang masih tersisa di Yogyakarta.
Mbah Hadi sadar usianya sudah beranjak tua tapi ia tetap menjaga semangat wirausaha yang dimilikinya. Semangat dan kerjanya pun membuatnya dikenal sebagai pembuat batik cap. “Saya sudah mulai berkecimpung di dunia ini sejak 60 tahun silam. Disaat Batik cap dan Batik tulis di Yogyakarta dan Solo permintaannya masih sangat besar. Saat itu, saya memiliki karyawan tetap hingga puluhan orang.” Kenang Mbah Hadi saat ditemui di rumahnya, di daerah Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta.
Pasar untuk industri batik hingga saat ini masih memperlihatkan geliat yang bagus. Wirausahawan baru di bidang ini juga masih berkembang. Hal ini dikarenakan peran pemerintah dan masyarakat yang menjadikan baju batik sebagai jati diri bangsa. Pemerintah misalkan, mengharuskan seluruh pegawainya menggenakan batik setiap hari-hari tertentu. Sedangkan bagi masyarakat, wujud kecintaan terhadap bangsa dan Negara diwujudkan dengan menggenakan batik saat menghadiri acara resmi.
“Alasan saya serius di dunia batik adalah karena permintaan batik dan produksinya tidak seimbang. Pada waktu pemerintahan Presiden Soekarno dan berlanjut ke Presiden Soeharto, permintaan batik sangat besar. Namun, meskipun tidak meledak-ledak seperti dulu, batik di jaman sekarang juga masih dibutuhkan,” ujar pria yang pernah mendapat pesanan cap batik dari GKR Hemas dan Mantan Ibu Negara Ani Yudhoyono ini.
Di era modern ini, Hadi ternyata justru sangat senang melihat perkembangan pola batik yang makin beragam. Pola-pola batik modern disandingkan dengan tradisional, menjadikan batik tidak kaku dan lebih berkesan modern. Sebagai seorang pengrajin cap batik, pola-pola baru tersebut tidak menjadikan kendala bagi dia untuk membuat cap batiknya.
“Dalam membuat cap batik hal pertama yang dibutuhkan adalah tembaga dan patri. Lalu, kita membuat pola yang akan dibuatkan cap di kertas. Nah, selanjutnya masuk ke bagian tersulit, yaitu membuat pola-pola dari tembaga.” Tambah Hadi.
Melihat proses pembuatan cap batik ini ternyata cukup rumit. Tak hanya membutuhkan kejelian mata, namun juga membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Untuk pola yang cukup rumit, biasanya membutuhkan waktu 10 hari. Hadi sendiri mematok harga untuk cap batik baru, artinya pola benar-benar baru 1 – 1,5 juta rupiah. Namun, untuk cap batik yang sudah pernah dipakai atau masuk second, dijual 200 – 600 ribu. Tergantung dari besar kecil dan kerumitan pola.
Namun, sangat disayangkan. Kreativitas dan ilmu Hadi dalam bidang seni membuat cap batik ternyata harus berhenti, menginggat sedikit orang yang mau berkreasi di bidang ini. “Justru yang tertarik untuk mempelajari pembuatan cap batik orang luar negeri. Salah satunya adalah murid saya dari Polandia. Saya sangat terkesan dengan antusiasme dia, orangnya sangat fokus dan bekerja keras. Dalam waktu satu bulan dia sudah bisa menguasai tehnik-tehnik dalam membuat cap batik.” Tutup Hadi.
Ahmed
Latest posts by Ahmed (see all)
- Wirausaha Bisnis Komputer di Computer Exhibition Solutions 2015 - Friday, 30 October 2015
- Wirausaha yang Sukses Jangan Pelit Berbagi Ilmu - Thursday, 29 October 2015
- Beranjak Tua tapi Ia Tetap Menjaga Semangat Wirausaha - Sunday, 25 October 2015