Iwan Sunito, Dari Renovasi Pagar Jadi Pengembang Properti di Sydney
Memulai dari sekedar melayani renovasi pagar, garasi atau kamar mandi, lalu meningkat dengan mampu membangun sebuah rumah utuh dan sekarang sudah memiliki portfolio properti bernilai puluhan triliun di negeri orang. Itulah prestasi yang berhasil dicapai oleh Iwan Sunito. Sudah dua dekade lebih Iwan, pengusaha asal Surabaya ini eksis di dunia properti di Australia dengan bendera Crown Property.
Dari awalnya tak berani mematok tarif, Crown, perusahaan yang didirikan Iwan dan rekannya, Paul Sathio pada 1994, kini dikenal sebagai pengembang spesialis properti mewah. Kalau semula hanya berani mempekerjakan mahasiswa agar bayarannya lebih murah, Crown kini sudah punya banyak karyawan dan kantor perwakilan di beberapa negara.
Semua bermula dari hal kecil. “You think big in a start really small,” kata dia, mengenang masa dirinya mengerjakan apa saja pekerjaan yang ditawarkan pelanggan. Dari teman ke teman, dari saudara ke saudara, pelan tapi pasti, Iwan mulai menancapkan kukunya di dunia properti di Australia, tempatnya menuntut ilmu dari sarjana sampai master di bidang arsitektur. Kinerja Crown mulai diakui.
Perlahan, setelah berkelana dari satu proyek ke proyek lain, Crown mencapai proyek-proyek yang nilainya miliaran dolar Amerika Serikat sejak 2004. Ramuan Crown adalah apartemen terbaik, harus disukai semua orang, desain arsitekturnya bagus, sense of arrival yang luar biasa, dan taman-taman hijau. “Pada masa-masa itu, hasilnya bukannya profit berkurang tapi malah berganda,” katanya.
Sebagai seorang pengusaha properti sukses di Aussie, siapa sangka Iwan juga pernah mengalami rasanya tidak naik kelas saat sekolah dasar di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Tapi pengalaman pahit itu diakui Iwan sebagai titik balik, karena setelah tak naik kelas, dia justru ditempatkan di kelas yang isinya orang-orang pintar. “Dan saya adalah the worst,” ujarnya terkekeh.
Orang tua Iwan pun juga bukan berasal dari golongan berada. Sang ayah sempat kerja serabutan di Pangkalan Bun, setelah ‘gagal’ di Surabaya. Mulai dari memotong kayu, menyadap karet, sampai menjual karet dilakoninya. Sampai akhirnya mereka bisa bangkit dan mendirikan toko kelontong kecil-kecilan. Itu pun sempat terbakar beberapa kali.
Meski hanya memiliki toko kelontong kecil-kecilan, sang orang tua rupanya memiliki mimpi yang lebih besar untuk pendidikan. Anak-anaknya harus disekolahkan di luar negeri. Itulah yang membawa Iwan ke Australia.
“Nama Chinese saya kan ada Huan, yang berarti gembira. Waktu saya dikandung dan dilahirkan, itu masa susah banget. Papa sakit dan mama waktu itu enggak ada income, jadi dia harus fighting,” katanya. “Kemudian mereka menyebut nama saya Huan yang diIndonesiakan jadi Iwan. Berarti ada gembira di masa susah. Karena ada yang di Atas yang membantu,” katanya. (CNNIndonesia)
wartawira
Latest posts by wartawira (see all)
- Buku Kisi-kisi SKB CPNS 2024 Dan Panduan Wajib CAT CPNS 2024-2025 - Tuesday, 5 November 2024
- Bagaimana Ciri Copywriting Yang Ampuh untuk Promosi - Monday, 21 October 2024
- Mengapa Copywriting Sangat Penting Untuk Promosi Bisnis Anda - Monday, 21 October 2024