Kisah Sukses Perjuangan Tirto Utomo Mendirikan Aqua
Tirto Utomo atau Kwa Sien Biauw lahir di Wonosobo pada 8 Maret 1930. Orang tuanya, Kwa Liang Tjoan dan Tjan Thong Nio adalah pemilik usaha peternakan sapi perah. Dia menempuh pendidikan dasar di Wonosobo, SMP di Magelang, dan SMA di St Albertus, Malang.
Selain sekolah, Tirto juga gemar berorganisasi. Dia menjadi ketua Cung Lien Hui, sebuah organisasi pergerakan pemuda Tionghoa. Di organisasi ini pula, dia bertemu Kwee Gwat Kien (Kienke), putri bankir senior The Javasche Bank (Bank Indonesia), yang kelak menjadi pendamping hidupnya.
Setelah lulus SMA di Malang, Tirto melanjutkan kuliah di program ekstensi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada di Surabaya. Sambil kuliah, dia bekerja sebagai wartawan di Djawa Post. Tirto berhasil menyelesaikan kuliahnya sebagai kandidat sarjana hukum pada tahun 1954. Dia kemudian pergi ke Jakarta menyusul kekasihnya, Kienke, yang lebih dulu kuliah di jurusan Sastra Inggris di Universitas Indonesia. Tirto lalu melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Mereka menikah pada akhir tahun 1957.
Atas rekomendasi dosennya, Prof. Dr. Djoko Soetono, Tirto Utomo mengawali kariernya dengan bekerja di Perusahaan Minyak Nasional (Permina), yang merupakan cikal bakalnya Pertamina. Permina menempatkan Tirto di tambang minyak Pangkalan Brandan, sebuah kawasan pedalaman yang masih berhutan sekitar 90 km dari Medan, Sumatra Utara.
Prestasi Tirto sangat baik terbukti setelah 5 tahun bekerja, Ia dipercaya sebagai ujung tombak pemasaran minyak. Tirto diangkat menjadi kepala divisi hukum dan penjualan luar negeri. Posisi ini membuatnya kerap berhadapan dengan klien dari luar negeri.
Kisah sukses perjuangan Tirto Utomo mendirikan Aqua ternyata diilhami dari sebuah peristiwa yang tidak mengenakkan. Saat itu tahun 1971, Tirto Utomo akan mengadakan pertemuan dengan Raymond Todd, pimpinan sebuah delegasi dari perusahaan Amerika Serikat. Pertemuan sempat ditunda karena istri Raymond tiba-tiba mengalami sakit perut. Dari hasil pemeriksaan, ternyata mengalami gangguan pencernaan serius akibat minum air yang kurang higienis.
Dari kejadian tersebut Tirto kemudian mengetahui bahwa tamu-tamunya yang berasal dari negara Barat tidak terbiasa meminum air yang direbus, tapi air yang telah disterilkan. Terbersit sebuah ide cemerlang dalam benaknya. Sebagai seorang visioner, naluri wirausaha dan intuisi bisnisnya bergerak dengan cepat, ia melihat adanya peluang bisnis yang begitu hebat di masa depan dan belum ada yang menggarapnya, yaitu menciptakan produk air minum dalam kemasan siap saji tanpa harus direbus, namun terjamin kebersihan dan kesehatannya.
Tirto melepas pekerjaannya di Permina dan segera mengajak saudara-saudaranya untuk mempelajari cara memproses air minum dalam kemasan yang waktu itu belum ada di Indonesia. Karena tidak ada yang mengerti proses pemurnian air, maka Tirto Utomo mengutus adik iparnya, Slamet Utomo, untuk magang di Polaris, sebuah perusahaan air minum dalam kemasan yang sudah beroperasi 16 tahun di Thailand.
Singkat cerita, Pada 23 Februari 1973, berdirilah sebuah perusahaan yang ia beri nama PT. Aqua Golden Mississippi.
Tirto utomo sempat ragu memberi nama perusahaannya yang terdengar asing. Namun, nama itulah yang paling cocok dengan promosi kualitas air yang dijualnya sebagai pure artesia water. Pilihan nama itu juga tepat untuk meyakinkan pasar utama yang awalnya menyasar kalangan ekspatriat. Selain itu, kata “Mississippi” dalam bahasa asli Indian memiliki arti father of water.
Untuk nama produk, awalnya dipakai Puritas yang berasal dari kata purity, dengan alasan bakal menunjukkan secara langsung makna kemurnian. Namun, konsultan asal Indonesia yang bermukim di Singapura, Eulindra Lim, berpikir lain.
Menurut Lim, nama Aqua justru malah mengandung asosiasi yang lebih tinggi terhadap imej air dalam kemasan botol. Lagi pula lidah konsumen lebih mudah mengucapkannya. Akhirnya Tirto Utomo setuju memakai nama temuan konsultannya itu.
“Aqua itu kan kata Latin yang artinya air,” kata Tirto menjelaskan. “Nama marga (she) ikke (saya) kan Kwa. Kalau ditambah A di depannya, jadilah A Kwa atau Aqua.”
Ketika orang-orang Tionghoa mengganti nama dengan nama Indonesia pada 1960-an, dia memilih nama Tirto Utomo yang artinya Tirto (air) dan Utomo (utama).
Aqua didirikan dengan modal bersama adiknya Slamet Utomo sebesar Rp 150 juta. Mereka mendirikan pabrik di Bekasi tahun 1973 dengan nama “PT. Golden Mississippi” dan merek produksi Aqua. Karyawan pertamanya berjumlah 38 orang. Mereka menggali sumur di pabrik pertama yang dibangun di atas tanah seluas 7.110 meter persegi di Bekasi. Setelah bekerja keras lebih dari setahun, produk pertama Aqua diluncurkan pada 1 Oktober 1974.
Apakah reaksi awal masyarakat terhadap Aqua?
Tertawa dan meremehkan. Ya, banyak orang menganggap apa yang di lakukan oleh Tirto Utomo dengan membotolkan air adalah hal yang aneh. Bagaimana tidak? Karena pada masa itu orang terbiasa membawa bekal air minum dari termos dan tidak mau mengeluarkan uang hanya untuk sekedar membeli air putih.
Memang meskipun belum ada pesaing, kesulitan merubah mindset masyarakat tentang produknya menjadi kendala besar dalam proses penjualan. Tak heran bila perusahaan mengalami banyak kerugian. Namun keyakinan dan ketangguhan telah membuktikan bahwa ide sederhana Tirto Utomo tentang air minum dalam kemasan ini tidak bisa diremehkan.
Tirto Utomo terus mencari cara agar usahanya berhasil. Antara lain dengan strategi ekstrim yaitu menaikkan harga jual produk yang secara ajaib justru berhasil meningkatkan penjualan. Termasuk juga metode strategi gerilya yaitu door to door mendatangi satu persatu warung dan pedagang rokok untuk lebih memperkenalkan produknya kepada masyarakat. Kedua strategi penjualan tersebut ternyata jitu dan menjadi awal dari kesuksesan Aqua.
Salah satu pelanggan Aqua adalah kontraktor pembangunan jalan tol Jagorawi, Hyundai. Dari para insinyur Korea Selatan itu, kebiasaan minum air mineral menular kepada rekan pekerja lokal mereka. Melalui metode penularan semacam itu jugalah akhirnya air minum dalam kemasan mulai diterima masyarakat.
Saat ini, keluarga Tirto Utomo bukan lagi pemegang saham mayoritas karena sejak tahun 1996 perusahaan makanan asal Prancis Danone menguasai saham mayoritas 79% sementara Aqua Tirto Utomo 21% dengan nama baru Danone Aqua. Kini brand utama mereka, “Danone Aqua” adalah market leader di bisnis air minum dalam kemasan di Indonesia.
Tirto Utomo meninggal dunia pada 16 Maret 1994 namun prestasi Aqua sebagai produsen air minum dengan merek tunggal terbesar di dunia tetap dipertahankan sampai sekarang.
wartawira
Latest posts by wartawira (see all)
- Buku Kisi-kisi SKB CPNS 2024 Dan Panduan Wajib CAT CPNS 2024-2025 - Tuesday, 5 November 2024
- Bagaimana Ciri Copywriting Yang Ampuh untuk Promosi - Monday, 21 October 2024
- Mengapa Copywriting Sangat Penting Untuk Promosi Bisnis Anda - Monday, 21 October 2024
Pingback: 10 Cara Berpikir Cerdas Menjalani Hidup Yang Kreatif Menurut Elizabeth Gilbert
Oh ini salah satu produk yg lagi diboikot gara-gara ada saham Prancisnya ya? Gua sih tetep minum Aqua karena emang keren dan sehat. Apalagi setelah baca kisah perjuangan pak tri utomo ini. Long live Aqua! Terima kasih telah menyertai dan manjadi bagian daam hidup keseharian ku!