Peluang usaha dan laba besar bisnis daur ulang sampah plastik kemasan
Di Yogyakarta, nama Project B Indonesia masih cukup asing di telinga masyarakat umum. Tapi ketika mendengar toko daur ulang sampah plastik, masyarakat akan merujuk kepada butik daur ulang milik Project B Indonesia. Ketenaran produk olahan sampah plastik milik butik daur ulang sudah cukup dikenal. Ketekunan menjalankan usaha dan program-program pendampingan ke masyarakat menjadikan butik daur ulang project B Indonesia memiliki akar yang kuat di masyarakat Yogyakarta. Sebagai pionir usaha yang menjual produk daur ulang, butik daur ulang merasakan betul peluang usaha dan laba besar bisnis daur ulang sampah plastik kemasan ini.
Didirikan di tahun 2008, hingga di tahun 2015 ini, butik daur ulang mengalami tren kenaikan yang baik. Melayani order konsumen hingga seluruh Indonesia adalah hal yang umum. Bahkan, di beberapa kesempatan terdapat konsumen dari luar Indonesia. Butik daur ulang yang berlokasi di Condongcatur, Yogyakarta ini memiliki 60 desain berbagai produk. Mulai dari miniatur kendaraan bermotor sebagai hiasan hingga tas ransel. Visual yang menjadi ciri utama produk-produk butik daur ulang dijaga menempati posisi penting sebagai daya jual ke konsumen. Kualitas produk dengan menjaga standard produksi merupakan hal yang ditekankan oleh butik daur ulang.
Daya saing butik daur ulang yang menjadi ciri lain butik daur ulang adalah social enterpreneur. “Pengelolaan bisnis kita adalah social enterpreneur, jadi tidak murni semuanya berorientasi profit (rupiah), tapi juga ke arah sosial. Setiap bulannya minimal kita punya kegiatan di desa. Di sana kita tawarkan program kita. Ada beberapa tempat yang tertarik meniru mode bisnis kita” ujar Hijrah Purnama (31 tahun) pemilik butik daur ulang. Dengan mengedukasi masyarakat mengenai sampah dan cara mendaur ulangnya, secara tidak langsung terbentuklah ekosistem pemasaran yang sangat efektif bagi keberlangsungan butik daur ulang. Di sisi lain, efek positif yang dirasakan masyarakat adalah menjadikan warga terberdayakan.
“Modal pertama di tahun 2008 yang digunakan untuk membeli plastik kemasan berasal dari uang beasiswa empat orang anggota project B. Selama 2008, sama sekali tidak ada pemasukan. Hanya pengeluaran yang luar biasa banyaknya bagi ukuran mahasiswa. Tapi kita yakin betul, usaha kami ada manfaatnya” cerita Hijrah mengenai kesannya di awal usahanya. “Tapi di tahun 2009, ketika kita mendapatkan pesanan pertama kali berupa 250 seminar kit dengan harga Rp. 25.000,- per seminar kit, modal kita juga sepertinya lebih banyak daripada pemasukannya” ucap hijrah diselingi tawa mengingat usahanya dijalankan saat pertama kali.
“Tapi sekarang kita sudah memiliki 14 pegawai yang bekerja di bidang produksi dan pemasaran. Pasar kita dari ujung paling barat sampai ujung paling timur Indonesia. Untuk ke luar negri, kami belum berani mengejar target tertentu karena kemampuan produksi yang terbatas” bangga Hijrah Purnama menceritakan besarnya pasar dan omset butik daur ulang. “Amerika, Jerman, Jepang, dan Filipina merupakan negara yang memiliki konsumen kami”. “Secara nominal rupiah, kami tidak menetapkan target rupiah tertentu tapi target kami 14 orang pegawai kami mendapatkan gaji yang layak dan biaya operasional kami terpenuhi. Karena konsep social enterpreneur kami tidak menargetkan profit dalam bentuk rupiah” lanjut Hijrah Purnama.
“Tapi profit rupiah kami mulai stabil sejak 2011. Karena banyakanya pesanan kami berdasarkan sistem pemasaran online. Artinya jangkauan pasar kami sangat luas. Contohnya, kami pernah mengeluarkan 1000 tas. Untuk bulan ini juga kami mendapat sekitar 100 goody bag saja. Tapi makin ke sini, sejak butik daur ulang di sini, profit kami makin stabil” Hijrah Purnama menceritakan kelangsungan usahanya.
Latest posts by Danoe Santoso (see all)
- Menikmati Racikan Bumbu Wirausaha Kuliner Jogja - Thursday, 31 December 2015
- Wirausaha Wanita Indonesia yang Mendunia - Wednesday, 2 December 2015
- Wirausaha Muda Agrobisnis Indonesia - Tuesday, 1 December 2015






