Supardi Sukses dengan Membudidayakan 9 Jenis Kakao
Tanaman apa yang cocok dengan kontur dan iklim tanah di Indonesia? Namun, tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Tak perlu pusing-pusing, tanaman kakao atau cokelat merupakan jenis komoditas perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tak hanya untuk kebutuhan nasional, kakao dari Indonesia juga sudah terkenal di mancanegara. Coba saja, berapa banyak makanan atau minuman yang menggunakan bahan baku kakao ini? Dan, seorang petani kakao asal Gunung Kidul, Yogyakarta, Supardi sukses dengan membudidayakan 9 jenis kakao.
Kakao atau dalam Bahasa latinnya, Theobroma Cacao L ini merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi, uniknya tanaman ini tidak mengenal musim. Jadi, menurut Supardi hamper tiap minggu tanaman ini bisa dipanen. Namun, sebelum membudidayakan tanaman kakao ini harus ada persiapan terlebih dulu.
Pohon Naungan untuk Kakao
“Persiapan utama dalam membudidayakan tanaman kakao ini adalah dipersiapkan dahulu dua hal penting, yaitu pohon naungan dan lahan yang memadai. Pohon naungan kalau di daerah kami bisa menggunakan pohon lamtoro, lada, durian, albazia, rambutan, cengkeh atau yang lainnya. Untuk lahan persiapannya tidak terlalu susah, yang penting dibuat lubang dan tempat untuk menyimpan pupuk kompos.” Ujar pria yang memiliki nama panjang Edi Supardiyono ini.
Wilayah Putat, Patuk, Gunung Kidul, memang menjadi desa penghasil kakao terbesar di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Tak hanya itu, untuk pohon naungan diberi pohon durian, sehingga hasil dari durian juga bisa menjadi komoditas bagi mayarakat disana.
Untuk perawatan tanaman kakao, menurut Supardi tidaklah susah. Tiap hari, Supardi membersihkan daun-daun yang masih muda. Agar pohon tetap rapi dan tidak ada ranting-ranting liar. “Kemudian, tiap seminggu sekali biasanya kelompok akan berkeliling ke petani kakao untuk membersihkan ladang dan bersosialisasi.” Ungkap Supardi.
Kakao Tanaman Tanpa Mengenal Musim
Kelebihan tanaman kakao, menurut Supardi adalah tanaman ini tidak mengenal musim. Setiap minggu, kakao bisa dipetik, lalu di fermentasi agar biji kakao menjadi kering. Harga kakao basah sangat fluktuatif, tergantung harga pasaran. Supardi mengunggkapkan, jika kakao basah dari petani dihargai Rp 5000 – 7000, sedangkan kakao kering dihargai Rp 20.000 – 30.000.
Pemasaran kakao juga tidak terlalu sulit. Selain di Jogja, pemasaran kakao Supardi hingga ke Blitar, Jawa Timur. “Prinsip saya, biji kakao yang saya jual haruslah memiliki kualitas terbaik. Para petani I luar daerah biasanya biji kakao tanpa difermentasi, melainkan hanya dijemur saja. Saja sendiri sudah sejak tahun 1987 membudidayakan kakao. Dan sudah banyak peneliti dan dosen yang melakukan riset atau penelitian di sini.” Ujarnya.
Pemanfaatan Biji dan Kulit Kakao
Tak hanya biji kakao yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kulit buah kakao pun bisa digunakan untuk campuran pakan ternak. Supardi juga sudah membuktikan sendiri, ternyata kulit kakao ketika di giling halus dan kemudian dibuat campuran pakan ternak, hasil ternaknya bisa menjadi gemuk. Beberapa universitas negeri di Yogyakarta, juga sudah melakukan penelitian atas khasiat kulit kakao ini.
“Untuk kulit kakao, biasanya mahasiswa dari UGM yang mebeli untuk penelitian. Selain itu, banyak masyarakat yang membeli untuk pakan ternak. Untuk bijinya, selain dijual langsung, kelompok kami juga membuat olahan dari biji kakao, yaitu dengan membuat dodol cokelat.” Tambah Supardi.
Melihat potensinya, kakao menurut Supardi akan menjadi komoditas yang bernilai ekonomi tinggi ke depannya. Banyak bahan makanan dan minuman yang menggunakan komoditas ini, tinggal bagaimana kemudian kita mengemas kakao ini menjadi produk jadi di tengah-tengah masyarakat.
Ahmed
Latest posts by Ahmed (see all)
- Wirausaha Bisnis Komputer di Computer Exhibition Solutions 2015 - Friday, 30 October 2015
- Wirausaha yang Sukses Jangan Pelit Berbagi Ilmu - Thursday, 29 October 2015
- Beranjak Tua tapi Ia Tetap Menjaga Semangat Wirausaha - Sunday, 25 October 2015